Assalamualaikum wr,,,wb
Salam sejahtera buat kita semua.
Salam sejahtera buat kita semua.
Nasip
menyedihkan kembali menimpa seorang Guru yang dilaporkan Orang tua
Murid kepada Polisi yang berprofesi sebagai TNI. Orang tua murid ini
melaporkan seorang Guru Matematika yang dituduh menganiaya Muridnya
siswanya hingga lebam.
Ratusan guru Kota Sidoarjo, Jawa Timur melakukan aksi simpatik terhadap salah satu rekannya, Sambudi (45), guru SMP Raden Rahmat, Balongbendo, Sidoarjo, yang tengah menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo, Selasa (28/6/2016).
Sambudi disidang karena salah satu orangtua murid, Yuni Kurniawan, tak terima anaknya, sebut saja SS, dicubit hingga memar.
Ratusan guru tersebut
melakukan aksi long march dari Alun-Alun menuju PN Sidoarjo sambil
menyerukan tindakan keterlaluan aparat hukum yang menyidangkan seorang guru karena permasalahan sepele.
Ketua
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jatim, Ichwan Sumadi,
mengatakan penyidangan terhadap Sambudi tersebut berada di luar akal
sehat.
"Katakanlah, seorang guru itu
mencubit siswa. Namun, yang dilakukannya itu dalam koridor mendidik.
Itu yang dilakukan rekan kami Sambudi terhadap siswanya," kata Ichwan
kepada awak media.
Ichwan menuturkan
kejadian pencubitan itu bermula ketika Sambudi menghukum beberapa siswa
SMP Raden Rahmat karena tidak melakukan kegiatan salat Dhuha.
Dijelaskan, kegiatan salat Dhuha tersebut merupakan kebijakan sekolah untuk menumbuhkan sikap bertaqwa kepada siswanya.
Namun,
beberapa siswa mangkir dari salat tersebut termasuk anak Yuni
Kurniawan, yaitu SS. Sambudi kemudian menghukum siswa tersebut dengan
cara mencubitnya.
"Tapi orangtua siswa
tersebut tak terima dan melaporkan Sambudi ke Polsek Balongbendo hingga
saat ini disidang. Kami lakukan aksi ini untuk mendukung secara moral
kepada rekan kami," sambungnya.
Ichwan
menyatakan kejadian ini memiliki potensi adanya kericuhan dalam dunia
pendidikan. Hukuman mencubit, lanjut Ichwan, belum dalam kategori parah.
Apalagi, tak hanya satu siswa dihukum, melainkan ada 30 siswa yang mendapat sanksi yang sama.
Ichwan menduga karena orangtua SS merupakan anggota TNI berpangkat
Serka dari satuan Intel Kodim 0817 Gresik yang akhirnya membuat pihak
Polsek Balongbendo menerapkan hukum positif terhadap peristiwa tersebut.
"Saya tidak tahu alasan utamanya melaporkan ke polisi apa. Hanya saja, hal seperti ini bisa dimusyawarahkan," paparnya.
Dari kejadian ini, lanjutnya, para guru menjadi resah ketika akan menghukum siswanya. Menghukum demi kebaikan anak didik malah bisa masuk penjara.
Kendati demikian, Ichwan mengakui masih ada oknum guru yang
menghukum siswa secara di luar batas. Namun menurutnya, hal itu tak
nampak pada kasus Sambudi. "Ini yang jadi kekhawatiran para guru," ujarnya.
Ruang Sidang Kartika PN Sidoarjo penuh sesak para guru yang
tengah mendukung Sambudi. Dalam sidang yang berlangsung pukul 14.00 WIB
itu, Sambudi yang memakai seragam korp PGRI itu nampak tenang menanti
tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dibacakan Jaksa Andreanus dan
Karyati.
Namun, pihak JPU menyatakan belum
menentukan dakwaan sehingga Ketua Majelis Hakim Rini Sesuni menyatakan
sidang ditunda pada 14 Juli 2016.
Kepada
wartawan, Sambudi menyatakan tidak melakukan aksi pencubitan hingga
memar kepada para siswanya. Sambudi menyampaikan yang ia lakukan hanya
mengelus dan menepuk bahu serta pundak siswanya.
"Sembari saya ingatkan untuk tak mengulanginya lagi. Anak-anak tidak salat Dhuha malah bermain di tepi sungai," tandas Sambudi.
Kapolsek Balongbendo, Kompol Sutriswoko, saat ditemui di Mapolres Sidoarjo menyatakan hal yang berbeda dari keterangan Sambudi.
Menurutnya,
Sambudi secara nyata melakukan tindakan pencubitan tersebut hingga
menyebabkan memar di lengan atas sebelah kanan SS.
"Sudah dibuktikan pula dengan hasil visum," tukas Sutriswoko.
Dijelaskan, kejadian pada 3 Februari lalu yang dilanjutkan laporan masuk tiga hari setelahnya.
Saat
laporan masuk, pihaknya langsung melakukan visum yang selanjutnya pada 8
Februari memanggil Sambudi untuk pemeriksaan pertama.
Sutriswoko menampik kasus ini diteruskan karena orangtua SS merupakan anggota TNI AD.
Kasus
ini P-21 lantaran segala unsur pidana telah memenuhi. Sutriswoko
membeberkan tersangka tak hanya sekali ini saja melakukan kekerasan
fisik kepada siswanya.
Bahkan ungkapnya,
ada siswa lain yang juga mengalami hal sama seperti SS, namun takut
melapor. "Karena itu, kami melakukan semuanya sudah sesuai prosedur,"
ucapnya.
Sumber: http://jateng.tribunnews.com
Demikian informasi yang kami sampaikan semoga menjadi pelajaran kita bersama agar kejadian serupa tidak terjadi kembali


Post A Comment:
0 comments: