Pemerintah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (RAPBN) tahun 2018 mematok penerimaan negara sebesar Rp1.878,4
triliun dengan belanja negara Rp2.204 triliun.
Ekonom
Indef Reza Akbar mengatakan, belanja negara yang lebih besar ini
dikarenakan besarnya pengeluaran dari kementerian untuk belanja pegawai
serta barang dan jasa yang hampir 50% dari APBN sejak tahun 2015, 2016
dan 2017. Sehingga ia menilai ini tidak akan jauh berbeda dari tahun
2018 nanti.
"Ternyata anggaran masih sangat besar
dibelanjakan untuk belanja pegawai serta belanja barang dan jasa.
Selama 3 tahun terakhir tidak perubahan di struktural belanja yang
selalu hampir 50% untuk pegawai, serta belanja barang dan jasa,"
ungkapnya di Kantor Indef, Jakarta, Jumat (18/8/2017).
Diketahui,
dalam APBN-P 2017, porsi belanja pegawai sebesar 26,25% dan belanja
barang dan jasa 21,7%. Sementara di APBN 2016 belanja pegawai sebesar
26,44% dan belanja barang dan jasa 22,5%. Selain itu, belanja modal
sendiri sejak 3 tahun terakhir memegang porsi 15,25% pada APBN-P 2017,
kemudian di APBN 2016 sebesar 14,69%, dan porsi di APBN 2015 yang
sebesar 18,21%.
"Padahal yang harus ditingkatkan itu
belanja modal yang multiplier effect jauh lebih besar pada pertumbuhan
ekonomi. Memang ada cut subsidi, tapi malah larinya ke belanja modal dan
jasa, serta belanja pegawai. Serta belanja operasional yang meliputi
belanja pegawai serta barang dan jasa masih mendominasi belanja
pemerintah pusat dibandingkan belanja modal. Dalam 5 tahun terakhir,
belanja produktif lebih rendah dari belanja rutin. Kondisi tersebut
menunjukan bahwa multiplier effect belanja pusat terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi masih minim," jelasnya.
Selain
itu, dirinya menjelaskan langkah pemerintah untuk tahun 2018 yang tidak
menaikkan gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) sudah tepat. Sehingga
pengurangan belanja pegawai bisa dilakukan dengan cara tersebut karena
belanja tidak hanya untuk pegawai saja.
"Pengurangan belanja pegawai bisa dilakukan lewat kebijakan reward and punishment yang
lebih ketat. Misalnya ketika pegawai pajak tak bisa mengejar target
pajak, seharusnya tak perlu ada kenaikan tunjangan, sebaliknya justru
tunjangan kinerja perlu dipotong. Hal ini juga berlaku untuk PNS di K/L
lain di mana tunjangan harus benar-benar sesuai kinerja. Contohnya
perjalanan dinas yang tidak perlu. Ada pula perjalanan bilateral
kunjungan K/L ke luar negeri, jika benefitnya tak terlalu besar, lebih
baik dialihkan ke belanja modal," tukasnya.
Sumber: okezone.com
Bagaimana menurut saudara apakah sependapat bahwa kebijakan pemerintah tidak menaikan gaji pns itu sudah tepat !!
Bagaimana menurut saudara apakah sependapat bahwa kebijakan pemerintah tidak menaikan gaji pns itu sudah tepat !!
Post A Comment:
0 comments: