BERITAPNS.COM- Berita mengenai Rasionaliasi PNS kembali menyeruak, bahkan tidak tanggung-tanggung ada 300 Ribu PNS akan dirumahkan oleh Pemerintah pada tahun 2017 mendatang.
Mulai 2017 pemerintah akan memangkas jumlah pegawai negeri sipil (PNS) sebanyak 300.000 orang. Pengurangan ini bagian dari rasionalisasi secara bertahap aparatur sipil negara (ASN) hingga 2019 mendatang.
Ditargetkan pada 2019 nanti, ada sekira 1 juta PNS yang telah diberhentikan. Setelah penataan ini maka jumlah akhir PNS diharapkan hanya sekira 3,5 juta orang. ”Tahun 2017 pemerintah berencana mulai melakukan rasionalisasi sebanyak 300.000 pegawai,” ujar Deputi Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) Setiawan Wangsaatmadja di Jakarta kemarin.
Sebelum pemangkasan dimulai, tahun ini pemerintah melakukan beberapa langkah seperti pemetaan dan menyiapkan payung hukum serta anggaran. Rasionalisasi PNS ini dilakukan karena anggaran untuk membayar pegawai dinilai sangat tinggi. ”Penataan pegawai diperlukan dalam menghadapi tantangan global, kompetisi antarnegara, dan perkembangan teknologi informasi dan digital yang sangat cepat,” tandasnya.
Rasionalisasi juga dilatarbelakangi komposisi PNS saat ini yang timpang. Pegawai yang menempati jabatan fungsional umum (JFU) lebih mendominasi dibandingkan dengan jumlah guru, medis, ataupun jabatan fungsional tertentu (JFT). Jumlah JFU diketahui sebanyak 1.906.306 orang atau 42 persen dari total PNS sebanyak 4.517.126 orang. Jumlah guru 1.726.991 orang, medis 31.174 orang, dan paramedis 307.953 orang. Adapun pegawai di JFT 219.853 dan jabatan struktural 324.849 orang. ”Dengan banyaknya JFU ini, belanja pegawai menjadi terus meningkat dari tahun ke tahun yang tentunya akan berakibat pada kondisi fiskal.”
”Hal ini belum ditambah dengan beban pembayaran kepada para pensiunan yang jelas-jelas mereka tidak produktif,” jelasnya. Untuk melakukan penataan ini, Iwan mengatakan sebelumnya akan dilakukan pemetaan kinerja dan kualifikasi-kompetensi PNS dengan melakukan audit organisasi. Pemetaan tersebut akan terbagi menjadi empat kelompok. Pertama, berkinerja dengan kompetensi-kualifikasi yang tinggi, yang mana pasti akan dipertahankan.
Kedua, pegawai yang tidak kompeten, kualifikasi tidak sesuai, namun berkinerja tinggi. Pegawai yang masuk kategori ini perlu ditingkatkan dengan pendidikan dan pelatihan (diklat). Ketiga, pegawai yang kompeten dan kualifikasi sesuai, namun tidak berkinerja tinggi. Perlakuan yang bagi pegawai kategori ini adalah rotasi atau mutasi. ”Kelompok terakhir adalah yang tidak kompeten, kualifikasi tidak sesuai, dan tidak berkinerja tinggi jadi sasaran rasionalisasi,” paparnya
Penilaian kompetensi pegawai dilakukan dengan persentase. Kemampuan penguasaan teknologi informasi (TI) memiliki bobot 35 persen, bahasa Inggris 15 persen, dan tes kompetensi bidang dan pelayanan 50 persen. Kendati melakukan rasionalisasi, pemerintah tetap akan menggelar rekrutmen pegawai untuk menggantikan pegawai yang pensiun. Pada 2016 ini, pemerintah akan merekrut 151.042 orang.
Dilanjutkan pada 2017 sebanyak 132.025 orang, 2018 sebanyak 155.875 orang dan 2019 sebanyak 155.168 orang. Menurut Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana, rasionalisasi birokrasi tak hanya diartikan sebagai pengurangan pegawai semata. Lebih dari itu, rasionalisasi adalah bagian dari penataan yang mutlak dilakukan. Ini mengacu pada realita di daerah, di mana belanja pegawai bisa mencapai 50 persen dari APBD.
Dengan data ini, pembelanjaan daerah didominasi untuk belanja pegawai, sementara pelayanan publik juga membutuhkan biaya yang banyak. ”Tentunya menjadi persoalan yang penting untuk segera diselesaikan solusinya. Beban fiskal tidak sebanding dengan output yang didapat,” paparnya. Sebagaimana diungkapkan Iwan, Bima juga menyatakan komposisi pegawai saat ini perlu dilakukan penataan karena JFU yang mendominasi justru tidak memiliki standar jelas. Bahkan, menurutnya sering kali posisi ini sebagai kotak penampungan dibandingkan dengan kelompok jabatan PNS lainnya.
Dia mengakui rasionalisasi ini tidak mudah dalam pelaksanaannya. Untuk itu, dia mengingatkan proses rasionalisasi perlu memperhatikan bagaimana cara menyeleksi pegawai yang buruk dan menggantinya dengan yang baik. ”Dengan mengedepankan unsur kemanusiaan dan juga tanpa meningkatkan angka kemiskinan,” katanya. Dia menegaskan, menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), cara-cara kerja PNS harus diubah.
Mereka harus dituntut aktif dan bisa mengikuti persaingan global. Hal ini perlu disikapi dengan melakukan identifikasi dan melihat kualitas birokrasi untuk dasar perbaikan. Pakar administrasi publik Pantius D Soeling mengingatkan bahwa dalam melakukan penataan yang mengarah pada rasionalisasi hendaklah mempertimbangkan asas keadilan. ”Baik keadilan prosedural, keadilan interaksional maupun keadilan retributif,” katanya. Keadilan prosedural berkaitan dengan kriteria dan prosedur yang merupakan alasan logis perlunya rasionalisasi, seperti tidak kompeten, tidak berkinerja, mangkir, indisipliner.
Lalu juga secara prosedural apakah sudah didahului dengan peringatan pendahuluan, dokumentasi, dan standar pencapaian kinerja tertulis. ”Keadilan interaksional ini hakikat perlakuan antarpribadi mengenai keputusan rasionalisasi dilakukan. Keadilan retributif salah satunya berkaitan dengan pesangon,” jelasnya.
Anggota Ombudsman Alvin Lie mengatakan, rasionalisasi pegawai tidak selalu berdampak pada pelayanan publik. Menurutnya, pelayanan publik selain berkaitan dengan jumlah, juga dengan kualitas. ”Jumlah berkurang tidak menjadi masalah jika kompetensi ditingkatkan. Ini tidak akan mengurangi kualitas pelayanan publik,” katanya. Dia pun yakin bahwa pemerintah tidak akan asal-asalan dalam melakukan rasionalisasi. Di samping itu, rasionalisasi ini juga harus dibarengi pembangunan sistem teknologi dalam pelayanan publik.
”Ada beberapa bidang bisa dengan sistem online. Jadi tidak perlu banyak pegawai. Atau dengan menggunakan prosedur yang efisien,” paparnya. Pendapat berbeda dikemukakan anggota Komisi II DPR Yandri Susanto. Dia menilai bahwa rasionalisasi tidak perlu dilakukan. Menurutnya, dengan jumlah penduduk lebih dari 250 juta jiwa, komposisi PNS sebanyak 4,5 juta sudah cukup ideal. ”PNS kan aparat pemerintah. Tidak perlu dikurangi. Mereka sudah direkrut. Pun rekrutmen kan sudah banyak keluarkan anggaran, termasuk mendidik orang-orang itu,” ungkapnya.
Iuran Pasti Pensiunan
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mewacanakan akan menggunakan skema iuran pasti dana pensiun bagi PNS, menggantikan skema manfaat pasti.” Kita sedang menghitung kemungkinannya. Ini baru kemungkinan ya, karena belum keputusan kabinet. Mulai tahun ini kita akan memperkenalkan iuran pasti,” kata Menteri PPN/ Kepala Bappenas Sofyan Djalil kemarin. Menurut Sofyan, dengan skema iuran pasti itu, jumlah pensiun yang diterima pegawai akan lebih besar dan bisa diterima sekaligus.
Artinya, ketika pegawai pensiun pada umur 58 tahun maka dapat memulai kariernya yang ‘kedua’ dengan uang tersebut. ”Sekarang saya sudah minta kepada Taspen, ingin melakukan studi supaya segera dilakukan keluarkan keputusan,” ujar Sofyan.
Sumber; Okezone.com
Demikian mengenai informasi ada 300 ribu PNS yang akan dipecat tahun 2017 mendatang!
Axact

Berita PNS Terbaru

Berita dan informasi seputar pns, info lowongan kerja, info cpns, pns, bumn, loker, honorer, menpan terupdate.

Post A Comment:

0 comments: