Penghapusan Ujian Nasional dilakukan secara bertahap, pertama akan diberlakukan untuk sekolah-sekolah bertarap Nasional.
Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan memberikan hadiah kepada
sekolah-sekolah yang telah berada di atas standar nasional.
Mendikbud Muhadjir Effendy menuturkan sekolah tersebut tidak perlu ikut ujian nasional (unas) 2017.
Tahun ini jumlah sekolah jenjang SMP dan SMA sederajat yang menjalankan unas mencapai 97.952 unit.
Jika rencana membebaskan 30 persen sekolah dari kewajiban unas, maka bakal ada sekitar 29 ribu sekolah yang bebas tanpa unas.
Sore
kemarin (25/10), Muhadjir bertemu dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla di
kantor Wapres Jalan Medan Merdeka Utara. Salah satu pembicaraan tentang
modifikasi pelaksanaan unas.
Dia mengungkapkan sudah
ada 30 persen sekolah yang berada diatas rata-rata nasional didasarkan
pada nilai integritas dan skor akademik.
Padahal selama ini Unas dipergunakan untuk pemetaan sekolah secara nasional.
"Lah kalau sudah begitu apakah dia harus ikut ujian nasional lagi? Ikut dipetakan lagi? Itu kan ga perlu," ujar Muhadjir.
Mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menuturkan sekolah di atas standar nasional itu perlu diberi penghargaan.
Dia memastikan kalau 30 persen sekolah itu tidak perlu ujian nasional lagi.
"Dengan begitu kita bisa menghemat biaya, dan biaya itu bisa kita gunakan untuk treatmen itu," ungkap dia.
Muhadjir
menyebut kebijakan tersebut masih akan didiskusikan dengan banyak
pihak. Tapi, keputusan tersebut akan segera dilakukan.
Penghapusan ujian di sekolah di atas standar nasional itu dianggap tidak akan memperlebar kesenjangan antar sekolah.
"Ya memang sekarang sudah senjang kok gimana," tambah dia.
Lebih lanjut, dia mengungkapkan selama ini unas ditujukan untuk pemetaan sekolah secara nasional.
Sehingga pemerintah bisa tahu kondisi sekolah dan memberikan langkah-langkah perbaikan sesua kebutuhan.
Misalnya dalam unas nilai matematika di satu sekolah jelek. Nah, itu akan dicari apakah persoalan pada kualitas guru.
"Atau IPA misalnya masih jelek sekali, kualitas laboratroiumnya kurang memadai, ya laboratoriumbnya kita benahi," kata dia.
Anggota
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Zainal Arifin Hasibuan
menjelaskan belum ada keputusan resmi soal teknis penyelenggaraan unas.
BSNP
merupakan badan independen penyelenggara unas. Terkait dengan rencana
''membebaskan'' 30 persen sekolah dari kewajiban unas tahun depan, juga
belum ada keputusan resmi.
''Di internal kami sekarang
sedang galau,'' jelasnya. Menurutnya jika nanti diputuskan ada 30 persen
sekolah maka pemerintah harus mengubah nama unas menjadi yang lain.
Sebab dengan keluarnya 30 persen unit sekolah dari ujian tahunan itu, maka tidak bisa lagi disebut unas.
Kemudian guru besar UI itu mengatakan dua tahun terakhir sedang gencar dilaksanakan perbaikan penyelenggaraan unas.
Diantaranya
adalah dengan memperbanyak sekolah penyelenggara ujian nasional
berbasis kertas (UNBK). Dia tidak ingin upaya perbaikan itu menjadi
sia-sia.
Pria yang akrab disapa Ucok itu menuturkan
kalaupun sudah ada 30 persen sekolah yang mencapai standar kelulusan
nasional, itu sifatnya sekolah secara umum.
Namun jika dipelototi setiap anaknya, belum tentu seluruhnya telah mencapai standar kelulusan nasional.
Sehingga evaluasi atau penilaian terhadap individu anak tetap harus dilakukan.
Kepala SMAN 2 Surabaya Kasnoko menjelaskan dirinya tidak akan mengomentari 30 persen sekolah yang dibebaskan dari unas.
''Pendapat pribadi saya sebagai kepala sekolah, saya akam memilih ikut yang 70 persen sekolah melaksanakan unas,'' jelasnya.
Menurutnya
ada banyak alasan sehingga unas tetap harus dijalankan. Diantaranya
adalah unas bisa menjadi penyemangat siswa dan guru untuk belajar.
Dia
khawatir semangat itu bakal berkurang jika tidak ada unas. Terkait
masih banyaknya masalah dalam pelaksanaan unas, bisa terus diperbaiki
bersama.
Sumber: jpnn.com
Post A Comment:
0 comments: