Baru ini kemendikbud ( Dirjen GTK) menaikan standar kelulusan Sertifikasi Guru lewat PLPG menjadi 80,
namun guru yang belum lulus bisa melakukan ujian ulang lagi. PGRI
menilai standar kelulusan Sertifikasi guru ini sangat tinggi sedangkan
profesi yang riskan saja seperti Dokter hanya 65.
Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menetapkan sikor minimal
kelulusan sertifikasi guru melalui pendidikan dan latihan profesi guru
(PLPG) adalah 80.
Persatuan Guru
Republik Indonesia (PGRI) menganggap nilai minimal itu terlalu tinggi
dan harus segera direvisi. Apalagi tidak ada sosialisasi maksimal oleh
Kemendikbud.
''Uji kompetensi dokter saja nilai minimalnya 65,'' kata lt Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi kemarin (18/9).
Dia
menjelaskan aturan mengikuti sertifikasi PLPG Kemendikbud saat ini
sudah berlebihan. Tidak hanya terkait nilai minimal kelulusan yang harus
mencapai 80 poin.
Tetapi juga peserta sertifikasi PLPG juga harus pernah mengikuti Uji Kompetensi Guru (UKG).
Menurut
Unifah guru calon peserta sertifikasi PLPG itu bukan guru-guru baru dan
minim pengalaman. Tetapi di dalamnya ada guru yang sudah mengajar sejak
sebelum UU Guru dan Dosen dikeluarkan pada 2005 lalu.
Menurut dia regulasi teknis soal sertifikasi PLPG ini harus dikaji ulang Kemendikbud.
Unifah
juga menyoroti regulasi sertifikasi PLPG di Kemendikbud sudah berganti
sebanyak lima kali. Itu artinya Kemendikbud tidak memiliki pakem yang
baik.
Dia lantas membandingkan dengan sertifikasi dosen yang tidak mengalami perubahan signifikan.
Sekjen
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti menyoroti soal
komunikasi Kemendikbud dengan guru-guru yang tidak maksimal.
Dia mempertanyakan sosialisasi perubahan nilai minimal kelulusan sertifikasi guru itu.
''Saya cek ke jaringan FSGI di daerah-daerah, belum ada yang mendengar kabar kenaikan nilai ini,'' ungkapnya.
Retno
mengatakan kenaikan nilai UKG yang hampir 100 persen, dari 42 poin ke
80 poin, bukan perkara sembarangan. Dia mengusulkan sebelum menjadi
kebijakan, harus diujipublik.
Atau
Kemendikbud membuat percontohan dulu. Dia menganggap kebijakan itu
merupakan kesewenangan penguasa. ''Jangan hanya bersandar sudah
disetujui wapres,'' paparnya.
Dia mengkritisi alasan Kemendikbud menaikkan nilai kelulusan sertifikasi sebagai upaya meningkatkan kualitas guru.
Menurutnya
untuk meningkatkan kualitas, diperlukan pelatihan guru yang merata dan
sesuai kebutuhan. Kemudian juga terencana dengan baik dan berkelanjutan.
Wakil
Ketua Komisi X DPR Ferdiansyah menuturkan, sebaiknya Kemendikbud tidak
menaikkan nilai kelulusan sertifikasi itu secara signifikan.
''Sebaiknya
naiknya bertahap. Setiap tahun naik 10-15 poin,'' tuturnya. Sebab di
rencana pemerintah kenaikan nilai itu memang bertahap. Baru mencapai
nilai minimal 80 poin di 2019 nanti.
Dia
juga meminta Kemendikbud menyiapkan upaya penanganan jika ada peserta
sertifikasi guru belum mampu mengejar nilai minimal 80 poin itu.
Apakah harus mengikuti ''bengkel'' pelatihan guru atau sejenisnya. Bukan dilepas begitu saja, kemudian mengikuti ujian ulangan.
Dirjen GTK Kemendikbud Sumarna Surapranata bersikukuh bahwa skor minimal 80 poin itu sudah ditetapkan.
Bahkan
dia menyebutkan kampus pelaksana sertifikasi guru juga sudah melakukan
sosialisasi. Dia berharap guru-guru calon peserta sertifikasi
konsentrasi menyiapkan diri.
Sumber: jpnn.com
Demikian informasi mengenai PGRIyang tidak setuju standar Sergur dinaikan menjadi 80
Post A Comment:
0 comments: